Pernahkah kamu mendengar ada seseorang yang bisa mengatur
mimpi? Percaya atau tidak, aku adalah salah satu yang bisa. Terdengar mustahil
tapi sebenarnya itu nyata dan mungkin. Mengatur mimpi. Fenomena itu lebih
dikenal dengan istilah “Lucid Dream” dan aku adalah Lucid Dreamer. And It’s not
magic. It makes sense.
Lucid dream adalah keadaan dimana kita sadar bahwa kita
sedang bermimpi. Saat kita sedang bermimpi, kita sadar bahwa itu adalah alam
mimpi dan kita dapat mengatur alur mimpi kita. Kelima indra kita ketika di alam
mimpi, berfungsi sama baik seperti kita berada di dunia nyata. Ya, kita dapat
merasakan sentuhan, merasakan sakit, merasakan manisnya coklat, mencium wangi
bunga, dan tentu saja, merasakan cinta.
Seperti malam itu, aku sudah siap dengan perlengkapan
tidurku. Dengan selimut biru langitku beserta bantal dan guling yang sudah
terletak sesuai tempat aku menginginkannya. Aku siap untuk memasuki alam lucid.
Aku berbaring di atas kasurku. Aku dapat merasakan tubuhku
lelah dan lelah itu sedang menjalar di tubuhku. Bagus. Tubuh yang lelah memang
paling pas untuk melakukan lucid dream. Aku memejamkan kedua mataku sambil
menjaga diriku agar tetap sadar. Aku dapat merasakan rasa lelah membawa tubuhku
untuk masuk ke alam bawah sadar. Tapi aku harus sadar. Aku biarkan tubuhku
melewati fase-fase tertidur. Tapi aku tidak membiarkan pikiranku ikut
tidur. Aku menjaganya bersama
kesadaranku. Sampai akhirnya aku merasakan ada sesuatu yang besar menimpa
tubuhku. Aku tidak boleh membuka mata. Aku hanya membiarkan hal itu terjadi.
Tubuhku tidak bisa digerakan. Dia mati rasa karena sesuatu yang menimpaku
itu.Kemudian ruangan gelap yang aku lihat karena aku menutup mata perlahan
terang.
Aku melihat ada deretan kursi berwarna biru tua. Kursi itu
sedikit mengingatkanku akan kursi di stasiun yang biasa digunakan penumpang
yang menunggu kereta datang. Baru sedetik aku memikirkan hal itu aku
langsung melihat rel-rel kereta.
Peron-peron muncul dari kabut putih yang tadinya mengelilingi kursi biru.
Membuat suasana semakin jelas. Aku memang berada di stasiun kereta. Hanya saja,
tidak ada kereta disana.
Orang-orang berlalu lalang tampak tidak peduli dengan
kehadiranku. Aku pun tidak peduli dengan mereka. Langkah kaki membawaku menuju
deretan kursi yang tadi aku lihat. Sudah ada beberapa orang yang duduk disana.
Tapi kursi itu masih menyimpan dua bangku untukku dan seseorang yang aku
tunggu.
Sambil berjalan, tanpa sengaja aku melihat telapak tanganku.
Ada tulisan RC disana. RC adalah singkatan dari “Reality Check”. Aku harus
melakukannya agar aku tidak bingung membedakan dunia mimpi dengan dunia nyata.
Aku menutup hidungku dengan tangan dalam waktu yang lama. Memeriksa apakah aku
dapat bernapas atau tidak. Ternyata aku masih bisa bernafas. Tentu saja. Aku
sudah berhasil melakukan lucid dream. Dan reality check membuatku sadar. Saat
ini aku memang sedang bermimpi.
Aku pun tiba di depan deretan kursi itu. Masih berada di
kerumunan orang yang masih tidak peduli denganku. Aku duduk di bangku yang
tersisa. Menanti sosok yang selama ini aku temui disini. Dalam mimpiku.
“Nak, kamu datang lebih awal?”
Aku mendengar suara yang begitu aku kenal menyapaku.
Pandanganku langsung tersorot kepada sosok wanita yang kini berdiri di depanku.
“Mama gak telat kan. Kamu yang datang lebih awal. Ini, mama buatkan lagi selimut untuk kamu. Ada corak lautan disana. Selimut ini hangat dan pasti kamu suka”
Aku memandang wanita dihadapanku yang pada saat itu menyanggul
rambutnya dan mengenakan baju berwarna ungu. Ungu, warna aura tertinggi dari
seseorang. Wanita itu adalah mamaku yang setiap malam aku temui dalam tidur.
Sesekali tentu ada orang lain. Tapi hampir selalu aku hadirkan mama disana. Aku
memandang mama dan tersenyum.
“Kamu, malah bengong diajak ngomong. Ini ambil selimutnya. Kalau gak mau mama kasih orang aja nih”
Aku menerima pemberiannya dan memperhatikan dia duduk disampingku.
“Ma, kenapa kita ada di stasiun?” tanyaku kepada mama.
Pertanyaanku tidak aneh. Maksudku, kamu ga pernah inget kan bagaimana mimpimu
bermula. Tiba-tiba saja kamu berada di suatu tempat pada pertengahan mimpi. Ya,
sekalipun itu adalah mimpimu yang kamu atur.
Mama terdiam sesaat mendengar pertanyaanku. Tapi mama selalu
punya jawaban, bukan. Perlahan dia menoleh kepadaku dan tersenyum.
“Tentu saja untuk menunggu kereta.”
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Ayolah, tak mungkin
menunggu pesawat di stasiun kan? Tapi aku tidak melanjutkan pertanyaanku.
Karena aku memiliki sesuatu yang ingin aku ceritakan kepadanya.
“Ternyata dia sudah begitu lama membohongiku, ma. Dia sering mengajak gadis-gadis lain untuk hang out. Aku tau sekarang alasannya kenapa dia selalu menyembunyikan ponselnya tiap berada didekatku. Dia juga suka berbohong padaku tentang waktu luangnya. Dia tidak mengijinkanku tau tentang itu. Sehingga dia bisa bebas kemanapun yang ia mau dan menggoda wanita lain. Dia jauh dari setia. Terlalu banyak wanita di hidupnya. Satu lagi yang aku benci adalah dia ternyata mulai merokok lagi setahun yang lalu. And I never knew. Padahal aku cium baunya. Tapi bodohnya aku menolak untuk percaya.”
“Bukan salahmu apabila ada seseorang berbuat jahat kepadamu, sayang"
“Ya, tapi aku merasa dibodohi. Dan aku merasa sangat bodoh dan naïf. Aku merasa tertipu. Aku rasa aku gak akan pernah bisa maafin dia. I gave him my trust and all he did was threw it away.”
“Kamu terdengar seakan kamu marah dengan dirimu sendiri.”
“Ya, aku memang merasa seperti itu.”
Aku menghela nafas panjang. Bahkan saat aku sedang
beristirahat dalam tidurku, aku merasa lelah dan sedih setiap kali memikirkan
hal ini.
“Disakiti, adalah sesuatu yang tidak akan bisa kamu hentikan untuk terjadi, nak.. But being miserable is always your choice. Daripada merasa sedih, tentu kamu bisa memilih untuk bahagia jika kamu mau.”
Burung gereja bermain-main diatas rel yang lengang. Sesekali
terbang rendah dan bercanda dengan udara. Dengan angin. Aku memperhatikan
mereka sambil menyimak kata-kata mamaku.
“Tapi terkadang aku merindukannya, ma. Rasanya aneh. Maksudku, dia sudah begitu lama ada di hidupku dan kini tiba-tiba saja dia tidak ada lagi. Aku tahu ini pilihanku. But it’s so hard to forget someone who gave you so much to remember, right?”
“Hanya karena kamu merindukan seseorang bukan berarti kamu menginginkan mereka untuk kembali ke hidupmu. Terkadang itu termasuk sebuah proses. Proses merelakan.Dengar, ada dua jenis kenangan yang tidak akan kamu lupakan. Kenangan paling bahagia dan kenangan paling menyakitkan”
“Yes, mom. And he gave me booth. It seems impossible for me to forget what he did.”
“Tak ada yang tak mungkin. Mungkin yang perlu kamu lakukan bukanlah melupakan. Kamu hanya butuh merelakan. Mungkin kamu gak bisa melupakan kenangan manis dan pahit yang sayangnya dia berikan sekaligus untukmu. Tapi kamu bisa membuat kenangan yang baru, bukan? Membuat kenangan manis yang lebih manis.”
“Ya, atau bahkan kenangan pahit yang lebih pahit.”
“Dear, when you stop chasing the wrong thing, you give the right thing a chance to catch you.”
Aku melihat sorot matanya yang teduh menatapku. Perasaan
tenang menjalar menuju tulang. Melihatnya seakan aku melihat duplikat diriku
sendiri. Walau tentu saja aku yang merupakan sebuah duplikat. Kami berdua
begitu mirip.
“I just not feel ok”
“It took so long to feel ok. But sometime, it’s ok to not be ok, dear.”
Aku bangkit dari
kursiku dan berjalan menuju rel kereta. Mama dengan seksama memperhatikan
polahku dan mengikutinya. Aku berjalan di tengah rel kosong bergandengan dengan
mama.
“Kita harus hati-hati nanti ada kereta lewat.” Ujarnya kepadaku.
“Tidak akan, ma. Kita berjalan di rel yang sudah tidak aktif.” Balasku.
“Tentu saja. Ini duniamu, sayang.” Ujar mama sambil tersenyum kepadaku.
Kami masih berjalan meniti rel kereta. Sinar matahari saat
itu tidak terlalu terik. Tapi cukup memberi kami rasa hangat yang nyaman. Aku
selalu suka sinar matahari yang seperti ini.
Tanganku masih menggandeng mama. Dia masih dengan sabar
memperhatikan langkahku agar aku tidak terjatuh tersandung rel kereta.
Diam-diam aku perhatikan wajah mamaku. Cantik. Aku tidak mungkin bisa secantik
mama. Garis-garis wajahnya seakan menunjukan bahawa dia selalu bahagia.
“Ma, apakah rasanya sepi disana?”
“Tanpamu? Tentu saja sepi, nak.”
“Tapi mama bahagia kan disana? Maksudku, gak ada yang bikin mama sedih.”
“Tidak ada yang membuat mama sedih disana. Mama bahagia. Terkadang mama sedih ketika sedang memperhatikanmu, mama lihat kamu menangis. Tapi yang mama tahu adalah kamu akan selalu baik-baik saja. Tuhan menjanjikan mama hal itu. Bahwa kamu akan baik-baik saja. Bahwa pelangi akan selalu datang setelah hujan.”
Aku terdiam mendengar ucapan mama. Ada perasaan haru
dihatiku saat mendengar hal itu. Aku teringat sesuatu.
“Dulu dia tidak pernah suka jika aku menangis. Aku tau sih ga ada yang suka lihat orang menangis. Tapi dia membentakku ketika aku menangis. Terkadang dia meninggalkan aku sendiri di suatu tempat jika aku menangis disana.Padahal aku menangis karena dia.”
Aku tertunduk sedih mendengar perkataanku sendiri. Kemudian
aku menoleh sedikit memandang mamaku. Dia tersenyum kecil.
“Akan ada pria yang akan terus disampingmu bahkan ketika kamu tidak sedang ceria. Pria itu mungkin akan menemanimu menangis, mengatakan kepadamu untuk menyelesaikan masalah bersama, atau bahkan ikut menangis bersamamu.”
“Aku ga akan menangis lagi di depan cowok. Itu bikin aku terlihat lemah.”
“Pria itu justru akan mampu melihat kekuatan dan ketulusan dalam tangismu. Pria yang akan bersamamu saat kamu menangis dan berkata semua akan baik-baik saja.”
Ahh, aku menghela nafas mendengar semua perkataan mamaku.
Wanita ini memang orang yang menceritakan kepadaku tentang fairy tale sewaktu
kecil. Semakin dewasa, semakin aku sadar kalau itu tidak nyata. Tapi mama
selalu percaya kalau itu nyata.
“Ga akan ada pria seperti itu, ma.”
Aku berkata dengan nada putus asa.
“Ayahmu..”
"Ya, mungkin cuma dia pria satu-satunya. Entahlah, it is so hard to found by someone who will love you no matter what.”
“Ya, dan ketika seseorang yang tepat menemukanmu, kamu akan tau alasannya kenapa tidak pernah berhasil bersama orang lain selama ini.”
Aku tersenyum memandangnya. Rasanya aku tahu alasan kenapa
aku begitu suka bermimpi. Mama lebih pemimpi. Dia percaya ada seseorang yang
diciptakan Tuhan yang memang dimaksudkan untuk bersama kita. Dia juga percaya
bahwa wanita, hanya perlu menunggu untuk ditemukan. Sayangnya aku ga punya
alasan untuk membantah semua yang mama percaya. Walaupun aku sedang sakit hati,
nyatanya ada fakta yang membuatku harus percaya sama mama. Fakta bahwa ayah
telah menemukan mamaku. Dan aku ga pernah melihat pasangan secocok mereka dalam
hidupku. Maksudnya, dulu aku tau kalau mereka sering berbeda pendapat. Mamaku
yang punya sifat sangat sensitive dan pendiam berdampingan dengan ayah yang
konyol dan berisik. Tapi seperti ada magnet antara mereka berdua. Tak peduli
sejauh apapun, mereka memang ditakdirkan untuk selalu bersama. Mereka tercipta
untuk satu sama lain.
Kami melihat kereta dari kejauhan. Nampaknya kereta itu
menuju rel tempat kami menunggu di kursi biru itu.
“Ayo, kita kembali. Kereta yang kita tunggu sudah tiba.”
Kami pun memutar arah kembali berjalan menuju kursi biru.
“Ma, bagaimana kabarnya ayah?” ujarku kepada mama menanyakan kekasihnya.
“Oh, dia sangat sehat. Tentu saja semua orang di surga sehat. Kami berdua sering memperhatikan kamu dari sana.”
“Apa yang sedang dia lakukan saat ini?”
“Apakah harus aku jawab? Tentu saja dia sedang tidur. Dari dulu dia memang tukang tidur dan itu menurun kepadamu.”
Aku tertawa mendengar jawaban mama. Biasanya ayah ada di
mimpiku. Kadang aku mengobrol hanya dengan ayah dan terkadang dengan mereka
berdua. Tapi kali ini aku hanya ingin bicara dengan mamaku. Kau tau kan? Wanita
dengan wanita.
Kami tiba di peron tempat kursi biru kami tadi berada.
Kereta juga sudah berhenti dan pintu telah terbuka. Orang-orang yang menunggu
berebut masuk kesana.
“Ma, lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?”
Mamaku menghadapkan badannya didepanku. Kedua tangan
lembutnya memegang bahuku dan dia menatapku sambil tersenyum.
“Pilihlah untuk bahagia.” Katanya.
Aku merekam nasihat singkat mama saat itu. Bahagia, mama
memintaku untuk memilih bahagia.
“Bagaimana jika seandainya pria yang Tuhan maksudkan untukku, menemukanku? Bagaimana caranya agar aku tau kalau itu dia?”
“Jika dia datang, kamu akan mengenalinya. Jika dia datang, mungkin kamu tidak perlu sesering ini bertemu dengan mama dan ayahmu. Jika dia datang, kamu akan lebih sibuk untuk terjaga daripada terlelap.”
Aku mencoba merekam semua hal yang diucapkan mama saat itu.
Mama yang begitu aku sayangi. Aku pun memeluk mama dengan erat. Mencoba
menghirup dalam-dalam semua bau tubuhnya untuk aku ingat ketika aku bangun
kelak.
“Keretamu sudah datang, naiklah..”
Aku melepaskan pelukanku dan memandangnya.
“Kita tidak naik bersama-sama?” tanyaku keheranan.
“Oh tidak sayang. Aku akan tetap disini.”
Mama kemudian menggandeng tanganku dan membawaku ke depan
pintu kereta. Aku masuk ke dalam kereta dan berdiri di pintunya. Sambil terus
menggandeng tangan mamaku yang berada di luar.
Mama mencium tanganku dengan sayang dan mengusap kepalaku.
Lalu dia melepasnya.
“Kemana kereta ini akan membawaku pergi, ma?” tanyaku yang saat itu masih keheranan. Padahal itu miimpiku.
“Back to reality, sayang.” Ujarnya.
Seketika pintu otomatis kereta menutup membuat jarak antara
aku dan mama. Aku masih bisa melihatnya tersenyum kepadaku. Kereta berjalan
perlahan menjauhi tempat mama berdiri tadi. Aku lihat dia masih disana melambaikan
tangan kepadaku. Aku melambaikan tangan kepadanya juga.
“Sampai bertemu lagi, ma” ujarku dalam hati sambil memeluk
selimut biru laut pemberian mama tadi.
Inilah, sudah saatnya aku bangun.
*bersambung*