Mantan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng. |
Artikel ilmiah merupakan karya tulis yang
dirancang untuk dimuat dalam bentuk jurnal ilmiah. Artikel ilmiah ditulis
dengan tata cara ilmiah dan mengikuti pedoman tertentu. Salah satu jenis
artikel ilmiah adalah artikel eksplanatif. Artikel eksplanatif merupakan
artikel yang bertujuan untuk memaparkan kejadian dibalik suatu masalah menurut
sudut pandang tertentu. Terutama sudut pandang penulis sehingga pembaca
memahami kejadian dibalik sebuah masalah.
Salah satu contoh artikel eksplanatif adalah “Dibalik
Mundurnya Andi Mallarangeng” yang ditulis oleh Harmada Sibuea, seorang pengamat
politik. Pada artikelnya Harmada mengambil topik yang sedang hangat saat ini
yaitu mundurnya Andi Mallarangeng dari jabatan sebagai Menteri Pemuda dan
Olahraga. Saat membaca paragraf pertama tulisannya, kita akan disuguhkan dengan
pemaparan situasi saat ini. Pengunduran diri Andi Mallarangeng dari jabatan
MENPORA dinilai sebagai tindakan yang tidak umum. Harmada mengungkapkan Negara
kita bukanlah Jepang yang terkenal dengan budaya harakirinya. Indonesia lebih
dikenal sebagai bangsa yang sudah putus urat malunya. Sehingga kemunduran Andi
merupakan suatu hal yang baru. Topik ini sangat memiliki news value karna
bersifat tidak biasa. Inilah yang diangkat Harmada menjadi sebuah tulisan
eksplanatif yang menerangkan sebab dibalik mundurnya Menpora.
Setelah Harmada menuliskan gambaran masalah dalam
paragraf pertama, penjelasan kasus yang lebih detail dia sematkan dalam
paragraf kedua dan ketiga. Dalam paragraf ini, Harmada belum menjelaskan
apa-apa. Dia hanya menuliskan perjalanan kasus Hambalang yang dijalani Andi
Mallarangeng. Oleh KPK, Andi dinyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas statusnya sebagai Menteri dan Pengguna Anggaran. Zulkarnaen Mallarangeng
dan Arif Taufiqurrahman menjadi sosok lain yang juga dicekal KPK. Namun, diakhir
paragraf ketiga, tampak pertanyaan yang diselipkan Harmadi. Pertanyaan
tersebutlah yang menjadi gerbang ke paragraf selanjutnya yang akan mengandung unsure
eksplanatif. Menjelaskan.
Mengakhiri tulisannya di bagian pertama, Harmadi
menuliskan satu paragraf mengenai alasan mundurnya Andi Mallarangeng sebagai
Menpora. Alasan tersebut masih belum hasil pendapat dia. Melainkan tiga alasan
yang tertulis dalam surat pengunduran diri Andi Mallarangeng. Pertama, status
cekal akan membuat dirinya tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai Menpora
secara efektif. Kedua, ketidakefektifan
dalam mengemban tugas sebagai Menpora ini akan mengganggu Kabinet Indonesia
Bersatu II dan dikhawatirkan justru akan memberikan beban pada Presiden
dan Kabinet. Terakhir, Andi beralasan ingin berkonstrasi untuk menghadapi
permasalahan hukum dan tuntutan hukum terhadapnya.
Paragraf tadi merupakan paragraf terakhir
dalam tulisan Harmada di bagian pertama. Selanjutnya Harmadi membuat subbab
baru berjudul “Andi Menjadi Korban”. Pada subbab inilah penulis mengemukakan
pendapatnya perihal masalah tersebut. Penulis mencoba menjelaskan kejadian
dibalik perkara sesuai dengan pengamatannya.
Pada subbab tersebut penulis
menuliskan bahwa Andi merupakan korban kerasnya penegakkan hukum dan pemberantasan
korupsi di Tanah Air. Penulis juga mengungkapkan jabatan Andi di pemerintahan
dan di partai politik sangat strategis. Sehingga sulit sekali untuk melepas
orang seperti Andi dari jabatan tersebut. Terlebih lagi Andi sudah dipercaya
oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Secara garis besar hal yang ingin
diterangkan penulis adalah sikap Andi yang patut diapresiasi. Andi Mallarangeng
bersedia melepaskan jabatannya saat dirinya menjadi tersangka sementara pejabat
lain ngotot tidak mau mundur walau dirinya sudah berstatus tersangka. Inilah
yang coba diangkat oleh penulis. Terlepas dari urusan politis, keputusan Andi
memang bagai hujan di padang pasir. Melepaskan jabatan demi kelancaran proses
pemeriksaan KPK. Inilah dibalik mundurnya Andi Mallarangeng yang dijelaskan
oleh Harmadi secara eksplanatif dalam artikelnya.
Sumber artikel : Dibalik Mundurnya Andi Mallarangeng - Harmada Sibuea
Oleh: Harmada Sibuea. Waktu sepertinya begitu cepat berputar. Tidak terasa, hanya dalam
beberapa hari berselang, pengumuman pengunduran diri dari jabatan publik mulai bermunculan. Ini merupakan fenomena baru. Mengingat, kebiasaan seperti ini amat langka terjadi. Ini bukan Jepang yang mengenal kebiasaan harakiri. Atau seperti Negara maju yang pejabat publiknya langsung mundur walau skandalnya baru sekedar gossip atau berita di TV. Ini terjadi di republik yang kata orang, sebagian besar pejabatnya sudah putus urat malunya. Setelah Hakim Agung Achmad Yemani yang mengundurkan diri, giliran Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Mallarangeng yang juga mundur dari jabatan publik.Yemanie mundur karena alasan sakit. Walaupun sebagian pihak menduga kemunduran dirinya adalah buntut perbuatan tidak terpujinya sebagai hakim agung. Andi terbilang lebih jujur, mengaku mundur karena sudah dicekal oleh KPK. Andi dicekal keluar negeri setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus pembangunan sarana olahraga di hambalang, Bogor. Oleh KPK, Andi dinyatakan sebagai pihak yang bertanggungjawab atas statusnya sebagai Menteri dan sebagai Pengguna Anggaran. Bersama Andi, dua orang lainnya yang juga dicekal adalah Zulkarnaen Mallarangeng dan Arif Taufiqurrahman.
Andi harus merelakan kursi empuknya sebagai menteri yang masih mengurusi dualisme kepengurusan di PSSI itu. Bersamaan dengan itu pula, mantan Juru bicara Presiden itu pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. Publik tentu bertanya, apakah ini merupakan habitus baru atau cuma sekedar penyelamat citra karena tak ada pilihan lain?
Dalam surat pengunduran dirinya kepada presiden SBY, Andi menyebutkan tiga alasan yang mendasari dirinya mundur dari posisi sebagai menteri. Pertama, status cekal akan membuat dirinya tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai Menpora secara efektif. Kedua, ketidakefektifan dalam mengemban tugas sebagai Menpora ini akan mengganggu Kabinet Indonesia Bersatu II dan dikhawatirkan justru akan memberikan beban pada Presiden dan Kabinet. Yang terakhir, Andi beralasan ingin berkonstrasi untuk menbghadapi permasalahan hukum dan tuntutan hukum terhadapnya.
Andi Menjadi Korban
Apa boleh buat, Andi harus menjadi "korban" atas kerasnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di tanah air. Mau tidak mau, suka tidak suka, mantan aktivis mahasiswa itu harus mengikuti prosedur hukum yang menjerat dirinya. Posisinya sebagai menteri dan sekretaris Pembina di partai penguasa tak menjamin dirinya bebas dari sentuhan hukum.
Jalan satu-satunya bagi Andi adalah membuktikannya di pengadilan, apakah bersalah atau tidak. Selain itu, Andi juga harus menjadi "korban" betapa beratnya harga yang harus dibayar demi mempertahankan citra. Andi dan Partai Demokrat tentu sudah belajar bagaimana publik tak mau kompromi bagi siapa saja yang tersandung kasus hukum. Hanya satu pilihan, mundur!
Bila tidak, Andi akan terus mendapat tekanan dan kehilangan kredibelitasnya di mata publik. Sementara Partai Demokrat bila tak memecat Andi juga akan kehilangan citra dan elektabilitasnya, sesuatu yang tak diharapkan oleh Partai Demokrat setelah kasus yang selama ini menerpa para elitnya. Sebut saja M. Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, dan sejumlah nama lain. Partai Demokrat sudah membayar harga yang sangat mahal akibat ulah segelintir elit yang terjerat kasus dan sebagian lain tetap ngotot tidak mau mundur.
Dan oleh karena itu, Demokrat tentu tak mau semakin kehilangan banyak hal lagi walaupun di sisi lain bukan perkara mudah bagi Demokrat untuk melepas orang seperti Andi. Mengingat posisi Andi sangat strategis di Demokrat dan juga karena Andi merupakan salah satu orang kepercayaan sang ketua Dewan Pembina.
Akan tetapi, terlepas dari semua hitung-hitungan politis dan pribadi itu, langkah Andi untuk segera mundur tetap patut diapresiasi. Tindakan Andi bisa dibilang ibarat hujan di padang pasir. Walaupun jarang, namun tetap dinantikan sebagai habitus baru para pejabat publik.
Seperti kata Presiden SBY, Andi bisa menjadi contoh bagi pihak lain yang menghadapi kasus serupa. Kita tunggu saja, apakah ada pejabat lain yang melakukan tindakan serupa. Hal lain yang patut diapresiasi dari tindakan Andi ini adalah karena pilihannya itu berdampak baik pada pengusutan dan pengungkapan fakta pada kasus tersebut. Andi bisa lebih berkonsentrasi, KPK pun tentu akan lebih leluasa dalam menjalankan prosedur hukumnya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar