Mama dan Bapak.
Mereka adalah dua orang penting yang
pernah ada dan akan selalu ada dihidupku. Dua sosok yang temani aku, ajari aku.
Semua.
Mama yang tak pernah kulupa. Selalu
kuingat dulu dia akan selalu membelikanku ice cream apabila aku berani kedokter
gigi. Ice cream-nya selalu warna ungu. Bentuknya bundar mirip kincir angin.
Dulu saat istirahat makan siang, mama akan datang kesekolahku. Membawakanku
makan siang dengan menu mie goreng.
Suatu hari, aku menjadi anak yang
tidak penurut. Dulu aku adalah anak yang bermasalah dengan proses adaptasi.
Entahlah, mungkin masih sampai sekarang. Karna keadaan dulu aku sempat harus
pindah-pindah sekolah. Aku takut berhadapan dengan orang baru. Itu membuatku
menjadi gelisah. Aku menjadi sering menangis dan memberontak kepada mama.
Seolah-olah menyalahkannya atas apa yang harus aku alami. Waktu itu mama
akhirnya mengantarku kesekolah. Awalnya aku menolak, tapi aku dibujuknya dengan
sabar. Masih aku ingat pada akhirnya setelah mama mengantarku, aku tinggalkan
dia di pos satpam depan sekolah. Tempat dia berhenti setelah mengantarku. Ku
tinggalkan dia sambil menangis. Lalu aku lihat Mama dari kejauhan. Mama masih
disana dan menangis. Mama menangis disekolahku. Hatiku luka, saat itu aku tau,
kesakitannya adalah melihatku sakit. Tapi aku tidak dapat berbuat apa apa. Aku
hanya memperhatikan Mama dari jauh. Sampai akhirnya Mama pulang kerumah.
Mamaku perasa, sangat perasa. Pernah
suatu saat hari itu hujan turun sangat deras. Mama menjemputku kesekolah sambil
membawakan aku payung. Mama kesekolahku dengan mengenakan daster dan sendal
jepitnya. Hal tersebut membuatku malu. Malu kepada teman-teman atas penampilan
mamaku. Lalu aku memilih pulang kehujanan dengan temanku. Membiarkan mamaku
pulang sendiri dengan payungnya. Saat itu aku tau Mamaku kecewa. Saat ini aku
sangat menyesali itu semua. Apabila aku dapat memutar waktu ingin sekali aku
kembali ke masa itu dan pulang bersamanya. Pulang bersama Mama yang paling
cantik sedunia bagaimanapun keadaannya.
Mamaku yang mencintai Bapak
bagaimanapun keadaannya. Mamaku yang cucikan kaki Bapakku dan buatkan kopi di
pagi hari. Mamaku yang membuatkan seteko besar susu hanya untukku. Mama yang
memaksaku untuk meminum jus wortel setiap hari. Mamaku yang membuatkanku
selimut tebal dengan tangan lembutnya. Mamaku yang kurindukan baunya.
Kurindukan ayam goreng dan sayur bayam buatannya. Kurindukan belaiannya saat
menyisir rambutku dan memakaikanku gaun layaknya putri raja. Mamaku yang
marah-marah bila aku malas belajar dan tak hapal perkalian. Mama yang waktu itu
kulihat di Rabu siang, yang belum kulihat lagi selama enam bulan karna
kepergiannya untuk menyiapkan pernikahan kakakku. Siang itu kutemukan dia
tertidur pulas dengan senyuman. Tidur yang tidak pernah bangun lagi. Tidur yang
membuat pertama kalinya, dia tidak menjawab panggilanku.
Mama adalah pusat keluargaku. Pusat
gravitasi bapakku. Kepergiannya, membuat kami melayang seperti diluar angkasa.
Tak tentu arah. Mengingatnya membuatku mengingat juga kekasihnya, Bapak. The
one and only.
Bapakku adalah sosok yang
menyenangkan. Juga menenangkan. Menyenangkan seperti Bapak yang selalu
menggendong aku dipundaknya ketika aku kecil atau saat dia memberiku porsi
makanan lebih banyak dibandingkan kedua kakakku. Bapak yang akan membuatkan aku
telur dadar kurang matang apabila aku mogok makan.
Betapa aku merindukan Bapak yang
akan pura-pura tidur saat aku mendekatinya, kemudian menangkapku dan mengikat
tubuhku ke pelukannya sampai aku memberontak dan diselamatkan Mama. Dan kemudian
dia akan tertawa dan mengajakku jalan-jalan. Selalu aku ingat saat pertama kali
melihat Bapak mengendarai mobil baru kami kerumah. Aku kegirangan melihatnya.
Aku merengek ingin naik walau hari itu sudah malam. Akhirnya Bapak meledekku
dengan memasukanku kemobil dan menguncinya dari luar.
Aku tak pernah lupa Bapakku.
Termasuk saat menyaksikan dia kehilangan alam semesta. Kehilangan Mama. Selepas
kepergian Mama kulihat hati Bapakku bagaikan langit. Dimana hanya Mama yang
diijinkan bersinar. Terang. Sampai ia redup. Redup. Sampai pada hari itu aku
tau, tiba saatnya dia pulang, bersama kekasihnya. Mamaku.
Terkadang sampai saat ini aku takut.
Aku begitu banyak salah terhadap mereka. Aku belum sempat minta maaf. Aku belum
sempat.
Tapi seseorang pernah berkata
kepadaku.
Apabila ada seseorang yang
memaafkanmu sebelum kamu meminta maaf kepadanya, dia adalah orangtua.
Saat ini aku berharap hal itu
benar..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar