Selasa, 19 November 2013

Kenangan Satu Tahun

Aku sering menulis tentang sahabat, apalagi tentang cinta, beberapa kali aku juga menulis tentang keluargaku. Tapi rasanya ada satu topik yang tidak pernah aku tulis. Tentang orang yang berpengaruh dalam dunia pendidikanku. Ada satu masa dalam kehidupanku yang berlangsung cukup singkat. Namun meninggalkan kesan yang begitu membekas hingga saat ini.

Banyak yang tidak tahu aku pernah menghabiskan waktu satu tahun untuk menempuh pendidikan sekolah dasarku di Salatiga, Jawa Tengah. Sebelumnya aku bersekolah di SDN Gentra Masekdas sebuah sekolah negeri favorit di Bekasi. Aku sekolah disana hingga kelas 4 SD dan aku selalu berada di kelas A. Kelas unggulan di sekolah itu. Aku punya banyak teman disana. Aku pun aktif dalam sejumlah kegiatan ekstrakulikuler seperti degung. Itu loh alat musik tradisional khas Sunda. Bahkan aku masih ingat salah satu not lagunya hingga saat ini. Pokoknya aku menyukai kehidupan di sekolah itu. Suka banget.



Tapi karena sesuatu hal. Mungkin masalah keluarga yang dulu aku belum ngerti penyebabnya apa. Tiba-tiba aja keluargaku memutuskan untuk pindah ke Salatiga. Itu kampungnya mama. Otomatis aku harus pindah sekolah dong. Waktu itu aku merasa jadi kaya Sherina di film Petualangan Sherina waktu dia harus pindah sekolah ke Bandung dan berpisah dengan teman-temannya selama ini. Mirip banget kan sama kisahku? Aku bisa ngerasain yang dirasain Sherina di film itu. Sedih dan Gundah.

Ya cuma apa mau dikata. Akhirnya saat kenaikan kelas lima aku harus melanjutkan sekolahku di Salatiga. Tempat baru, asing, beda bahasa, beda budaya. Hal yang aku pikirin dulu adalah gimana caranya aku bisa survive disana. Disana aku masuk sekolah yang sama dengan sepupuku yang seusia denganku. Aku sekelas dengan sepupuku, Ani, di SD Bringin II. Waktu pertama kali aku lihat bangunannya pikiranku langsung, iyuuk beda banget sama sekolahku dulu yang besar. Haha iya aku tahu itu ga sopan. Cuma gimana dong namanya juga masih bocah. Tapi bener loh, SD Bringin II itu beda banget sama sekolahku sebelumnya. Aku masih dapat membayangkan bangunannya sampai sekarang. Sekolah itu hanya memiliki 4 ruang kelas yang dipakai secara bergantian. Jadi kelas 1,2,3,4 memakai dua ruangan secara bergantian. Masuk pagi masuk siang gitu. Sedangkan kelas 5 dan 6 menggunakan ruang kelas masing-masing karena waktu belajar mereka yang lebih panjang. Lalu ada satu ruang guru, satu kantin, dan satu UKS. Semua ruangan berjajar mengelilingi lapangan upacara yang juga berfungsi sebagai lapangan olahraga.

Banyak kisah menarik yang aku alami selama disana. Salah satunya adalah uang SPP-ku yang sangat murah disana. Tebak sebulan aku bayaran berapa? Cuma Rp 3000! serius loh tiga ribu. Dulu aku pernah bilang sama mama buat bayarin uang SPP-ku langsung satu tahun. Tapi mama malah marah. Katanya aku ga boleh gitu. Kalau bayaran langsung setahun ada kesan sombong.

Hal unik lain yang aku alami disana juga aku ingat dari kantinnya! Kalau di sekolahku dulu warung jualan itu ada banyak. Disini hanya satu. Terus yang jagain warung di kantin itu bukan orang khusus tapi guruku sendiri dibantu dengan beberapa siswa. Aku sih ga tau mekanismenya gimana. But, it's serious! Mereka yang jualan dan jagain warung selama jam istirahat padahal itu bukan dagangan mereka. Kalau lagi bosan jajan di kantin kadang kita juga bisa jajan di tukang makanan yang jualan diluar pagar sekolah. Dulu didepan sekolahku aku inget ada jualan bakso tusuk. Harganya murah. Aku sampe heran disana aku masih bisa jajan dengan uang Rp 200. Tapi itu baksonya enak. Sempet jadi favorit aku dulu. Sat udah jam pulang biasanya jajan lagi di warung samping sekolah. Jajan es orson. Iyuh, sekarang sih aku tau itu minuman ga sehat banget. Tapi dulu di Salatiga aku sering jajan itu. Haha..

Selain masalah jajanan aku juga ingat. Dulu saat aku pindah ke SD Bringin II aku tuh kayanya dikenal sama semua guru disitu dan mungkin semua murid disana. Aku terkenal soalnya aku pindahan dari Jakarta. Walaupun aku udah bilang aku dari Bekasi tapi kayanya itu ga penting buat mereka dan mereka tetep anggap aku orang Jakarta. Saat aku bicara, mereka suka perhatiin gaya bicraku. Aku inget aku bilang "Resek!" sama salah satu temenku dan dia langsung mengernyit dahi ngedenger kata itu. Besoknya dia juga ikutan bilang rese dengan logat yang kaku dan bikin aku ketawa.

Aku juga payah banget sama Bahasa Jawa. Itu adalah satu-satunya mata pelajaran yang tidak aku kuasai disana. Suatu ketika guruku mengadakan ulangan harian untuk mata kuliah Bahasa Jawa. Dan tebak. Aku dapat nilai 0! Kemudian aku nangis dapet nilai itu. Aku takut dimarahin mama karena aku ga pernah dapet nilai 0 sebelumnya. Guys, kalo kamu punya ibu yang selalu mastiin kamu untuk belajar setiap malam dan sukses dalam semua mata pelajaran, dapet nilai 0 itu kaya semacam pelecehan untuk dia dan untuk dirimu sendiri. Tapi ternyata mamaku ga marah kok. Malah aku yang diketawain sama om-omku karena nangis dapet nilai 0. Mereka anggep itu lucu padahal aku sedih banget waktu itu. Ckck..

Ngomongin sekolah di Salatiga, ga lengkap kayanya kalo ga ngomongin gurunya. Aku masih ingat sampai sekarang sosok walikelasku saat itu. Namanya Pak Safari. Postur tubuhnya tinggi, tegap, dan ganteng. Cocok lah kalo mau jadi artis sinetron. Tapi untung aja dia lebih memilih jadi guru. Untungnya lagi, dia guruku.

Banyak perbedaan cara mengajar yang aku rasakan ketika aku masih di Bekasi dan ketika aku belajar di SD Bringin II. Aku masih ingat ketika pelajaran Bahasa Indonesia, dibuku LKS murah milik kami ada sebuah teks berbahasa Indonesia. Kemudian dibawahnya ada pertanyaan yang harus dijawab dengan cara mencari jawabannya di teks itu. Soal seperti itu sudah umum dan aku sudah berulang kali menjawab pertanyaan bermodel sama di sekolahku sebelumnya. Biasanya guru sekolahku yang lama akan menyuruhku mencari jawaban atas pertanyan itu didalam teks. Kemudian memintaku untuk menunjukkan ada di paragraf berapa jawabannya. Tapi Pak Safari berbeda. Kami tidak langsung mencari jawaban. Tapi dia membahas soalnya. Jadi kalo misalnya ada pertanyaan "Bagaimana Budi membantu ibunya?", Pak Safari akan menjelaskan makna dari kata 'bagaimana' itu sendiri. Kalo orang nanya bagaimana berarti dia minta dikasih cara. Dan cara mengajar Bahasa Indonesia Pak Safari yang seperti itu bikin aku terperangah. Aku ga pernah mengerti soal sampai seperti ini. Ketika kita mengerti soalnya, kita akan jauh lebih mengerti apa yang akan kita jawab.

Begitu pula ketika pelajaran Matematika. Well, guru jaman dulu memang multifungsi yah. Dia hampir mengajar semua mata pelajaran di kelasnya. Saat belajar matematika tentang bangun datar, Pak Safari ga akan hanya memberi rumus  luas segitiga atau persegi. Dia akan mengajarkan kami bagaimana awal rumus itu bermula. Bagaimana awal bangun trapesium terbentuk. Dan untukku, itu memudahkan kami. Ketika pelajaran IPA, aku bahkan hafal nama semua enzin di tubuh manusia. Jangankan nama enzim, aku hafal tiap nomor halaman di buku paket IPA-ku spesifik dengan materi yang ada disana.

Hal lain yang bikin aku kagum sama sekolahku disana, mereka membuat sistim yang ga pernah aku temui di sekolah manapun hingga saat ini. SD Bringin II membuat program "Sarapan Pagi". Sebuah program yang disambut gembira oleh siswa ketika pertama kali mendengarnya. Iya dong, kita pikir kan beneran mau dikasih sarapan tiap pagi. Ternyata sarapan yang dimaksud bukan makanan, tapi soal pelajaran. Semua siswa yang baru masuk kelas harus memilih soal yang telah tersedia dan mengerjakannya sampai benar agar dapat masuk dan mengikuti pelajar. It's such a genious program! Anak-anak ya mau ga mau muter otak kalo mau masuk kelas.

Satu lagi nih, satu lagi hal yang bikin aku kagum dengan Pak Safari dan guru-guru disana. Dedikasi mereka terhadap sekolah itu tulus. Aku pernah mengalami saat ruang kelas kami sedang dalam tahap pengecatan, Pak Safari mengajari kami sambil mengecat dinding kelas kami sendiri. Dia akan berdiri di depan kelas dan memberi materi, setelah tiba waktu mengerjakan soal dia akan mengganti bajunya dan mengecat. Ketika ada siswa yang kesulitan, siswa akan mendekatinya yang sedang berlumur cat dan bertanya kepadanya. Dan dia akan senantiasa membantu. Belakangan aku tau, bahan-bahan yang digunakan untuk merenovasi sekolah saat itu tak jarang yang menggunakan bahan-bahan milik pribadi Pak Safari.

Dulu, aku pernah mengikuti lomba melukis. Aku tembus hingga tingkat kabupaten. Ya lumayanlah menang tiga tahap. Dan yang selalu nganter aku ke tempat lomba itu ya Pak Safari atau Kepala Sekolahku. Naik mobil? Engga, naik motor. Dan aku juga yakin mereka bensinnya modal sendiri.

Ah menulis ini aku jadi paham sendiri kenapa saat aku masih jadi seorang guru bimbel beberapa bulan yang lalu aku jadi guru bimbel untuk kelas 5. Ya, karena aku begitu menguasai pelajaran kelas 5 SD hingga sekarang. Semua itu berkat guruku, Pak Safari, yang tidak mengajari aku bagaimana menyelesaikan soal. Tapi mengajari aku bagaimana mengenal persoalan itu sendiri dan menyelesaikannya. Membuat aku paham konsep bukan membuatku mengetahui rumus. Satu lagi, mengajariku tulus.

Kini bertahun-tahun telah berlalu. Aku hanya satu tahun bersekolah di SD Bringin II. Ketika naik kelas 6 aku pindah lagi ke Bekasi. Walaupun begitu, aku ga pernah lupa satu tahunku bersekolah disana. Banyak suka duka. Banyak kesan. Aku berharap suatu saat aku bisa bertemu dengan guruku itu lagi. Mungkin untuk mengucapkan terima kasih untuk satu tahun penuh kenangan yang secara tidak langsung membentuk aku hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar