Selasa, 11 Desember 2012

Analisis Artikel Eksplanatif - Dibalik Mundurnya Andi Mallarangeng



Mantan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng.

Artikel ilmiah merupakan karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam bentuk jurnal ilmiah. Artikel ilmiah ditulis dengan tata cara ilmiah dan mengikuti pedoman tertentu. Salah satu jenis artikel ilmiah adalah artikel eksplanatif. Artikel eksplanatif merupakan artikel yang bertujuan untuk memaparkan kejadian dibalik suatu masalah menurut sudut pandang tertentu. Terutama sudut pandang penulis sehingga pembaca memahami kejadian dibalik sebuah masalah.


Salah satu contoh artikel eksplanatif adalah “Dibalik Mundurnya Andi Mallarangeng” yang ditulis oleh Harmada Sibuea, seorang pengamat politik. Pada artikelnya Harmada mengambil topik yang sedang hangat saat ini yaitu mundurnya Andi Mallarangeng dari jabatan sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Saat membaca paragraf pertama tulisannya, kita akan disuguhkan dengan pemaparan situasi saat ini. Pengunduran diri Andi Mallarangeng dari jabatan MENPORA dinilai sebagai tindakan yang tidak umum. Harmada mengungkapkan Negara kita bukanlah Jepang yang terkenal dengan budaya harakirinya. Indonesia lebih dikenal sebagai bangsa yang sudah putus urat malunya. Sehingga kemunduran Andi merupakan suatu hal yang baru. Topik ini sangat memiliki news value karna bersifat tidak biasa. Inilah yang diangkat Harmada menjadi sebuah tulisan eksplanatif yang menerangkan sebab dibalik mundurnya Menpora.

Setelah Harmada menuliskan gambaran masalah dalam paragraf pertama, penjelasan kasus yang lebih detail dia sematkan dalam paragraf kedua dan ketiga. Dalam paragraf ini, Harmada belum menjelaskan apa-apa. Dia hanya menuliskan perjalanan kasus Hambalang yang dijalani Andi Mallarangeng. Oleh KPK, Andi dinyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas statusnya sebagai Menteri dan Pengguna Anggaran. Zulkarnaen Mallarangeng dan Arif Taufiqurrahman menjadi sosok lain yang juga dicekal KPK. Namun, diakhir paragraf ketiga, tampak pertanyaan yang diselipkan Harmadi. Pertanyaan tersebutlah yang menjadi gerbang ke paragraf selanjutnya yang akan mengandung unsure eksplanatif. Menjelaskan.

Mengakhiri tulisannya di bagian pertama, Harmadi menuliskan satu paragraf mengenai alasan mundurnya Andi Mallarangeng sebagai Menpora. Alasan tersebut masih belum hasil pendapat dia. Melainkan tiga alasan yang tertulis dalam surat pengunduran diri Andi Mallarangeng. Pertama, status cekal akan membuat dirinya tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai Menpora secara efektif. Kedua, ketidakefektifan dalam mengemban tugas sebagai Menpora ini akan mengganggu Kabinet Indonesia Bersatu II dan dikhawatirkan justru akan memberikan beban pada  Presiden dan Kabinet. Terakhir, Andi beralasan ingin berkonstrasi untuk menghadapi permasalahan hukum dan tuntutan hukum terhadapnya. 

Paragraf tadi merupakan paragraf terakhir dalam tulisan Harmada di bagian pertama. Selanjutnya Harmadi membuat subbab baru berjudul “Andi Menjadi Korban”. Pada subbab inilah penulis mengemukakan pendapatnya perihal masalah tersebut. Penulis mencoba menjelaskan kejadian dibalik perkara sesuai dengan pengamatannya.

Pada subbab tersebut penulis menuliskan bahwa Andi merupakan korban kerasnya penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Penulis juga mengungkapkan jabatan Andi di pemerintahan dan di partai politik sangat strategis. Sehingga sulit sekali untuk melepas orang seperti Andi dari jabatan tersebut. Terlebih lagi Andi sudah dipercaya oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Secara garis besar hal yang ingin diterangkan penulis adalah sikap Andi yang patut diapresiasi. Andi Mallarangeng bersedia melepaskan jabatannya saat dirinya menjadi tersangka sementara pejabat lain ngotot tidak mau mundur walau dirinya sudah berstatus tersangka. Inilah yang coba diangkat oleh penulis. Terlepas dari urusan politis, keputusan Andi memang bagai hujan di padang pasir. Melepaskan jabatan demi kelancaran proses pemeriksaan KPK. Inilah dibalik mundurnya Andi Mallarangeng yang dijelaskan oleh Harmadi secara eksplanatif dalam artikelnya.

Oleh: Harmada Sibuea. Waktu sepertinya begitu cepat berputar. Tidak terasa, hanya dalam
beberapa hari berselang, pengumuman pengunduran diri dari jabatan publik mulai bermunculan. Ini merupakan fenomena baru. Mengingat, kebiasaan seperti ini amat langka terjadi. Ini bukan Jepang yang mengenal kebiasaan harakiri. Atau seperti Negara maju yang pejabat publiknya langsung mundur walau skandalnya baru sekedar gossip atau berita di TV. Ini terjadi di republik yang kata orang, sebagian besar pejabatnya sudah putus urat malunya. Setelah Hakim Agung Achmad Yemani yang mengundurkan diri, giliran Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Mallarangeng yang juga mundur dari jabatan publik.
Yemanie mundur karena alasan sakit. Walaupun sebagian pihak menduga kemunduran dirinya adalah buntut perbuatan tidak terpujinya sebagai hakim agung. Andi terbilang lebih jujur, mengaku mundur karena sudah dicekal oleh KPK. Andi dicekal keluar negeri setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus pembangunan sarana olahraga di hambalang, Bogor. Oleh KPK, Andi dinyatakan sebagai pihak yang bertanggungjawab atas statusnya sebagai Menteri dan sebagai Pengguna Anggaran. Bersama Andi, dua orang lainnya yang juga dicekal adalah Zulkarnaen Mallarangeng dan Arif Taufiqurrahman.

Andi harus merelakan kursi empuknya sebagai menteri yang masih mengurusi dualisme kepengurusan di PSSI itu. Bersamaan dengan itu pula, mantan Juru bicara Presiden itu pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. Publik tentu bertanya, apakah ini merupakan habitus baru atau cuma sekedar penyelamat citra karena tak ada pilihan lain?

Dalam surat pengunduran dirinya kepada presiden SBY, Andi menyebutkan tiga alasan yang mendasari dirinya mundur dari posisi sebagai menteri. Pertama, status cekal akan membuat dirinya tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai Menpora secara efektif. Kedua, ketidakefektifan dalam mengemban tugas sebagai Menpora ini akan mengganggu Kabinet Indonesia Bersatu II dan dikhawatirkan justru akan memberikan beban pada  Presiden dan Kabinet. Yang terakhir, Andi beralasan ingin berkonstrasi untuk menbghadapi permasalahan hukum dan tuntutan hukum terhadapnya.

Andi Menjadi Korban

Apa boleh buat, Andi harus menjadi "korban" atas kerasnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di tanah air. Mau tidak mau, suka tidak suka, mantan aktivis mahasiswa itu harus mengikuti prosedur hukum yang menjerat dirinya. Posisinya sebagai menteri dan sekretaris Pembina di partai penguasa tak menjamin dirinya bebas dari sentuhan hukum.

Jalan satu-satunya bagi Andi adalah membuktikannya di pengadilan, apakah bersalah atau tidak. Selain itu, Andi juga harus menjadi "korban" betapa beratnya harga yang harus dibayar demi mempertahankan citra. Andi dan Partai Demokrat tentu sudah belajar bagaimana publik tak mau kompromi bagi siapa saja yang tersandung kasus hukum. Hanya satu pilihan, mundur!

Bila tidak, Andi akan terus mendapat tekanan dan kehilangan kredibelitasnya di mata publik. Sementara Partai Demokrat bila tak memecat Andi juga akan kehilangan citra dan elektabilitasnya, sesuatu yang tak diharapkan oleh Partai Demokrat setelah kasus yang selama ini menerpa para elitnya. Sebut saja M. Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, dan sejumlah nama lain. Partai Demokrat sudah membayar harga yang sangat mahal akibat ulah segelintir elit yang terjerat kasus dan sebagian lain tetap ngotot tidak mau mundur.

Dan oleh karena itu, Demokrat tentu tak mau semakin kehilangan banyak hal lagi walaupun di sisi lain bukan perkara mudah bagi Demokrat untuk melepas orang seperti Andi. Mengingat posisi Andi sangat strategis di Demokrat dan juga karena Andi merupakan salah satu orang kepercayaan sang ketua Dewan Pembina.

Akan tetapi, terlepas dari semua hitung-hitungan politis dan pribadi itu, langkah Andi untuk segera mundur tetap patut diapresiasi. Tindakan Andi bisa dibilang ibarat hujan di padang pasir. Walaupun jarang, namun tetap dinantikan sebagai habitus baru para pejabat publik.

Seperti kata Presiden SBY, Andi bisa menjadi contoh bagi pihak lain yang menghadapi kasus serupa. Kita tunggu saja, apakah ada pejabat lain yang melakukan tindakan serupa. Hal lain yang patut diapresiasi dari tindakan Andi ini adalah karena pilihannya itu berdampak baik pada pengusutan dan pengungkapan fakta pada kasus tersebut. Andi bisa lebih berkonsentrasi, KPK pun tentu akan lebih leluasa dalam menjalankan prosedur hukumnya.***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar