Selasa, 18 Desember 2012

Benarkah Rezim Soeharto Lebih Enak?

Spanduk yang menampilkan foto Soeharto

INDONESIA dalam rezim Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah rezim korup. Era reformasi Indonesia terjadi karena tekanan dari pemerintahan yang otoriter dan kondisi ekonomi yang krisis.

Apabila kita melakukan kilas balik, era reformasi diawali oleh Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presiden. Pada masanya yang merupakan era transisi, Habibie melakukan perbaikan-perbaikan dalam ekonomi makro dan hukum. Habibie mampu menekan inflasi dan kurs valuta juga mendesak untuk mengeluarkan Undang-Undang untuk mengisi kekosongan hukum. Namun masa kepemimpinannya hanya berumur 1 tahun 9 bulan. Setelah itu kursi presiden beralih kepada Gusdur.


Pada era Gusdur, ekonomi dan politik Indonesia terhitung stabil. Namun Gusdur tidak menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dia lebih menekankan kepada pembangunan masyarakat madani. Ide masyarakat pluralism yang dia cita-citakan terbentuk dengan cepat. Hasilnya, civil society berkembang pesat. Tapi devisa Negara berkurang dan kas Negara pun menipis. Singkat cerita rezim Gusdur pun berakhir dan dilanjutkan oleh Megawati.

Mega menerima warisan dan masyarakat yang madani. Namun dengan kas Negara yang hampir bangkrut. Akhirnya rezim Mega berpusat kepada pertumbuhan ekonomi. Kas Negara dipenuhi dalam upaya penyelamatan Indonesia dari kebangkrutan. Perlahan tapi pasti, perekonomian semakin membaik.

Setelah rezim mega,lanjutlah rezim SBY yang berduet dengan Jusuf Kalla. Harapan masyarakat sangat tinggi kepada pasangan tersebut. Meskipun banyak hambatan dalam RI, namun RI tetap bertahan. Sampai pada akhirnya SBY memimpin sendirian tanpa JK. Saat itu mulailah terjadi perkara-perkara politik yang melibatkan namanya. Kasus korupsi sebesar Rp 6,7 Triliun terbongkar. Setelah itu satu persatu kasus korupsi seperti Gayus, Andi Nurpati, Nazarudin, Angelina Sondakh, dan baru-baru ini Andi Mallarangeng terkuak. Rezim SBY dinodai oleh perkara korupsi yang dilakukan kader partainya sendiri. Citranya hancur, partainya rusak. Masyarakat jauh dari sejahtera. Setiap hari protes dan menghina presidennya yang ingin menaikkan harga BBM dengan bebas dan puas.

Rindu Soeharto
Indonesia yang semakin carut-marut membuka kembali ingatan masyarakat pada sebelum era reformasi. Ya, Rezim Soeharto yang otoriter. Tidak sedikit masyarakat yang berpendapat bahwa era Soeharto dulu lebih baik dari saat ini. Bagaimana tidak? Pada rezim Soeharto kita jarang merasakan keributan antarsuku. Korupsi walau sudah ada tapi tidak dibuka secara umum karena terkekangnya kebebasan pers. Demonstrasi selalu berjalan dengan baik dan terkoordinasi. Harga-harga kebutuhan pokok relatif terjangkau. Pokoknya masyarakat damai tanpa perlu dipusingkan dengan masalah hutang Negara yang kian lama kian menumpuk. Hal tersebut sangat jauh dari gambaran Indonesia saat ini. Hal itu membuat banyak masyarakat bependapat bahwa era Soeharto lebih enak daripada era Reformasi. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah benar seperti itu? Rezim Soeharto lebih enak, iyakah?

Tidak Sama Sekali
Apabila kita melihat pemerintahan Soeharto secara kasat mata mungkin kita akan mengatakan bahwa era Soeharto memang lebih enak. Tapi menurut saya, tidak. Rezim Soeharto tidak lebih baik daripada rezim-rezim setelahnya.

Hal itu karena menurut saya dibalik Indonesia yang tenang justru terjadi perbudakan. Tidak ada yang disebut dengan kebebasan pers. Pada saat itu kantor berita yang melakukan pemberitaan mengenai buruknya pemerintahan akan diadili secara tertutup. Hanya kantor berita yang memiliki SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers) yang bisa bebas memberitakan apa saja asalkan lolos dari Menteri Penerangan. Penegakkan HAM pada jaman Soeharto sangat lemah. Masyarakat seakan ditakut-takuti dan kebebasan berpendapatnya dipasung. Masyarakat memang sejahtera pada rezimnya, namun masyarakat seolah seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Harus mengikuti kemana saja arah pengembala. Tidak punya suara dan diperbudak. Siapa saja yang mencoba melawan, esok harinya tidak akan ditemui di warung-warung kopi pagi menikmati hidup sejahtera seperti warga lainnya.

Lalu apakah rezim setelahnya lebih baik? Terutama era SBY. Menurut saya seburuk-buruknya kinerja SBY masih lebih buruk era Soeharto. Keduanya memiliki sejarah korupsi terbesar dalam pemerintahan di Indonesia. Namun kasus korupsi era SBY disebarluaskan dan mendapat hukum sosial dari masyarakat. Kasus tersebut diselesaikan tuntas demi memenuhi tuntutan masyarakat. Begitu pula kasus Century, Hambalang, hingga peseteruan antara KPK dengan Polri semua dipantau langsung oleh rakyat. Memang kesejahteraan rakyat tidak terjamin. Belum ada rasa aman di hati rakyat Indonesia bahkan untuk kepastian sarapan paginya. Tapi rakyat punya suara. Rakyat tidak diperbudak oleh pemerintah. Rakyat yang pada era Soeharto merupakan masyarakat penurut berubah menjadi masyarakat demokrasi yang kritis terhadap segala gerak-gerik pemerintah.

Hal itulah yang membuat saya berfikir rezim Soeharto tidaklah lebih baik dari sekarang. Saya teringat salah satu kutipan oleh Jean Jacques Rousseau, seorang filsuf dan penulis asal Swiss pada abad pencerahan. Dia berkata I prefer liberty with danger than peace with slavery.” Kira-kira artinya adalah “Aku lebih memilih hidup bebas namun penuh bahaya daripada hidup damai dan tenang namun dalam perbudakan”

PEMILU akan terjadi setahun lagi. Itu artinya masih tersisa waktu satu tahun bagi SBY untuk membenahi citra dirinya yang sudah melekat sebagai pemimpin yang lemah, tidak tegas, dan korup. Namun bicara Indonesia bukan hanya berbicara pemimpinnya. Tapi juga rakyatnya. SBY beruntung memiliki rakyat yang perhatian dan siap mendampingi pemerintahannya. Bila ada satu kelebihan SBY adalah tidak mengekang kebebasan rakyatnya. Itu lebih baik daripada rezim Soeharto. Era SBY adalah zona tidak nyaman sedangkan era Soeharto adalah zona nyaman. Rasanya dipenghujung tulisan ini saya ingin tutup dengan satu kutipan “ Tidak ada perkembangan di zona nyaman. Dan tidak ada kenyamanan di zona berkembang.”
Jadi masih berpikir rezim Soeharto lebih baik? (Jessi Carina)

3 komentar:

  1. bagi saya lebih asyik pada rezim rezim soeharto,,, dan yg akn melanjutknx pd th 2014 bsok adalah prabowo yg tidak lain tidak bukan adalah menantu soeharto,,,, dan dy memiliki darah keturunan dg mempin mirip dg soeharto

    BalasHapus
  2. Enak jaman Soeharto: Memang demokrasi saat ini sedang bebas dan memang bebas ngomong apa saja, tapi hal ini penting bagi orang yang mengganggap demokrasi bisa memenuhi kebutuhan hidup.

    Pertanian: Tanyakan saja pada petani, jaman Soeharto Pupuk mudah di temukan, disubsidi bahkan di hutangi dan akan di bayar setelah panen. Saat ini pupuk susah ditemukan bahkan harganya sangat mahal. Produk-produk buah asing membanjiri Indonesia dengan harga yang sangat murah sehingga merugikan petani Indonesia, contohnya jeruk mandarin yang mematikan jeruk medan, apel washington dll.

    Keamanan: Preman ada dimana-mana, setiap pagi malakin orang pergi ke pasar, bahkan banyak aparat yang menjadi beking preman. Preman di jaman Soeharto dijamin tidak akan pernah mengganggu masyarakat. Bagi Soeharto, menjadi preman bukan masalah kebutuhan ekonomi tetapi terjaminya rasa aman masyarakat.

    Politik: Pemerintahan yang tidak legitimate karena sering terjebak dalam korupsi, demonstrasi yang merugikan pedagang-pedagang kelas bawah, sopir angkot dll karena memacetkan jalan. Hak ini sangat mengganggu stabilitas ekonomi masyarakat

    Hukum: Lebih Tegas dan Berwibawa

    """ Makan Dulu Lalu Silahkan Bicara Demokrasi""""

    BalasHapus
  3. Dan yang pasti..moral serta cinta tanah air seaakan mulai luntur....ingat runtuhnya rezim soeharto salah satu didalangi pihak asing yg hanya ingin menguasai ekonomi Indonesia Dan teknologi Indonesia yg mulai berkembang...mana buatan Indonesia

    BalasHapus