Rabu, 25 September 2013

Anti Mainstream, Kecuali..




Kalau Banyak yang Suka, Aku Ga Suka 

Awalnya aku fikir aku tidak akan pernah bisa ‘addict’ akan sesuatu begitu lama. Kalian tau kan? Fanatik akan sesuatu. Seperti yang terjadi di lingkungan sekitarku. Ada beberapa temanku yang begitu menggilai Kpop dan segala hal berbau Korea. Sejak aku SMP sampe kuliah setidaknya pasti ada temanku yang ‘addict’ sekali dengan hal itu.

Aku pun sebenarnya pernah menyukainya. Dulu saat SMP aku suka dengan serial drama Korea berjudul ‘Princess Hours’. Drama itu manis sekali. Menurutku Kdrama selalu bisa menyajikan sesuatu yang romantis bahkan di adegan lucunya. And i love something romantic. But it’s not last longer. Hanya beberapa bulan saja sampai akhirnya aku melupakan drama itu. 


Begitupun saat aku kuliah, aku mulai menyukai drama-drama Korea lepas seperti Sad Movie, My Girl and I, My Crazy Love, dan masih banyak lagi. Tapi ya begitulah nasibnya sama. Mereka segera terlupakan dari pikiranku. Walau apabila aku disuruh menonton lagi film-film itu, aku pasti masih suka. Drama korea lebih baik daripada musiknya menurutku.
Tapi aku tidak pernah jatuh cinta dengan Kpop. Setidaknya belum sampai saat aku masuk kuliah. Saat jumlah semesterku masih sedikit, aku sempat jadi bagian dari Elf. Ya, dulu aku sempat suka dengan Super Junior. Namun hal itu kira-kira hanya bertahan satu bulan. Aku bosan dan lama kelamaan berfikir ‘Ah, mereka tidak semenarik itu’.

Hal lain yang cukup punya banyak penggemar di lingkunganku adalah Twilight Saga. Sejak awal pemutaran filmnya, serial ini berhasil mencuri hati banyak teman-temanku. Sempat aku menontonnya sekedar ingin tahu. Dan sejak awal aku lihat film itu yang ada dibenakku adalah “Ah, just the other drama..”. Kalau mau adu romantis, masih banyak film yang jauh lebih romantis daripada itu.



Tapi begitulah. Nyatanya film itu punya banyak penggemar. Dari jaman SMA sampe kuliah teman-temanku banyak sekali yang menggilai film yang dibintangi Robert Pattison itu.
But itulah ‘addict thing’ yang ada di lingkunganku. Sesuatu yang sempat aku sukai tapi kemudian aku bosan. Aku tinggalkan. Dan karena aku mengenal diriku, aku tau kenapa aku memutuskan untuk berhenti menyukai mereka.


Itu semua karena mereka terlalu punya banyak penggemar.


Ya, itu alasannya. Aku tidak suka menyukai sesuatu yang terlalu umum. Saat aku suka akan sesuatu, kemudian aku dapati hal itu juga disukai banyak orang. Apalagi penggemar lainnya hanya menyukai mereka sekedarnya aja. Istilahnya fans alay. Ga ngerti dalem-dalemnya. Nah, kalo kaya gitu aku pasti males. Langsung jadi ga suka. Lagi pula, aku tidak pernah bisa terlalu addict akan sesuatu. Aku bukan tipe fanatik.


Pengecualian

Tapi ada satu pengecualian. Ada satu hal didunia ini yang begitu aku sukai sampai saat ini. Kira-kira sudah 12 tahun. Aku tumbuh besar bersamanya. Imajinasi masa kecilku adalah tentangnya. Selalu tentang itu. Dia punya begitu banyak penggemar, tapi itu tidak membuatku berhenti menyukainya. Aku justru mengaguminya bertahun-tahun. I live with it. Hal itu adalah “Harry Potter”

Hal itu pertama kali terjadi saat aku berusia 9 tahun. Pada tanggal 19 Januari 2000. Bertepatan dengan hari ulang tahunku, aku diajak oleh kakakku ke Metropolitan Mall. Dia mengajakku jalan-jalan sebagai hadiah ulang tahun. Dulu aku begitu suka membaca sehingga kami mampir ke toko buku Gramedia. Disanalah pertama kalinya aku lihat sebuah buku berjudul “Harry Potter and the Chamber of Secret”. Sepertinya buku itu habis launching. Aku begitu terpesona dengan sampulnya. Ya, sesimpel itu. Seperti bisa membaca pikiran, kakakku membelikan aku buku itu. Itulah buku Harry Potter sekaligus buku bacaanku yang pertama. “Harry Potter and the Chamber of Secret”

Buku itu dengan cepat menjadi favoritku. Bagiku isinya adalah keajaiban. J.K Rowling berhasil menciptakan sebuah dunia baru. Dunia yang begitu detail. And i’m fall in love. Aku langsung mencari informasi mengenai dunia baruku itu. Kemudian aku tau kalau itu adalah serial yang kedua. Untung temanku punya bukunya yang pertama yaitu Harry Potter and the Sorceres Stone. Aku baca dengan meminjam. And I’m fallin love again.
Dua tahun kemudian terbitlah bukunya yang ketiga : Harry Potter and the Prisoner of Azkaban. Buku itu terbit tepat saat aku dan keluargaku harus pindah ke Salatiga. Sebenarnya aku sedih dan untuk menghiburku, tanteku menghadiahi aku buku ini. Akhirnya buku inilah yang menemani aku saat aku pindah ke tempat yang asing. Aku jadi punya merasa punya teman. Aku termasuk orang yang sulit beradaptasi. Aku orang yang begitu canggung. Saat di sekolahku yang baru aku menantikan waktunya pulang agar aku bisa melanjutkan petualanganku dengan bukuku. Jika habis aku baca, aku ulangi lagi. Begitu seterusnya.

Sampai tiba saatnya Mama dan Bapak harus kembali ke Bekasi untuk mengurusi pernikahan kakakku. Ya, jadi ceritanya yang pindah ke Salatiga itu cuma aku, Mama, dan Bapak. Kedua kakakku tetap di Bekasi. Ketika orangtuaku pergi, aku tinggal dengan Mbah dan sepupu juga Omku. Berbulan-bulan mereka di Bekasi, aku mendengar kabar bahwa mamaku sakit dan dirawat. Aku ingat betul rasanya khawatir itu seperti apa. Rasanya aku ingin berada disamping mama. Aku tidak mau sekolah, aku tidak suka sekolah itu. Aku ingat saat itu setiap hari aku selalu menyilang hari yang telah lewat di kalenderku. Aku menunggu saat akhir tahun ajaran. Waktu dimana aku bisa menyusul ke rumahku. Pulang.

Tepat pada saat itu, buku Harry Potter yang keempat terbit. Harry Potter and the Goblet of Fire. Lagi-lagi untuk menghiburku kakakku membelikan buku itu untukku. Buku itu dititipkan kepada Om-ku yang waktu itu pergi ke Bekasi untuk menjenguk mama. Aku ga ngerti mama sakitnya lama sekali. Tapi saat Om-ku pulang, dia memberikan buku itu kepadaku. Sekali lagi Harry Potter menemani aku dari kesedihan. Aku menjadi tidak kesepian. Dan sedikit sekali merindukan rumah. Merindukan mama dan bapak. Merindukan kakakku. Aku sebenarnya benci merindukan sesuatu.

Kemudian mamaku meninggal. Tanpa sempat aku lihat dan kecup terakhir kali. Tanpa sempat aku cium aroma tubuhnya terakhir kali.
Setelah meninggalnya mamaku aku kembali ke Bekasi. Melanjutkan sekolahku disana. Aku senang kembali walau rasanya berbeda tanpa mama. Aku pikir aku tau kenapa  Allah membiarkan aku hidup berbulan-bulan tanpa mama di Salatiga waktu itu. Mungkin sebagai latihan karna tidak lama lagi aku akan tinggal tanpa mama selamanya.

Aku menjadi semakin autis. Kini aku punya tiga buku Harry Potter yang setia menemani aku saat sendirian di rumah. Ya, karena kembali ke rumah saat itu bukan berarti kembali bermanja-manja dengan mama. Jadi aku melanjutkan aktifitasku di Jawa dulu dengan membaca buku-buku kesayanganku itu.

Begitulah sampai sepertinya membelikanku buku Harry Potter saat pertama kali terbit menjadi sebuah kebiasaan dan keharusan bagi kakakku. Apalagi waktu itu buku-buku selanjutnya terbit cukup cepat. Buku "Harry Potter and the Half Blood Prince" dan "Harry Potter and the Deathly Hallows" adalah hadiah ulang tahunku. Kecuali "Harry Potter and the Order of the Phoenix", buku itu aku dapatkan jauh setelah launching-nya. Dan bukan pada hari ulang tahunku.

Sekarang petualangan itu mungkin telah selesai. Ya, “Harry Potter and the Deathly Hallows” adalah seri terakhir dari kisah yang pertama kali aku baca saat aku berusia 9 tahun. Tapi tidak berakhir dihatiku. Aku tahu, dunia ini punya begitu banyak penggemar. Tapi aku justru merasa menjadi keluarga mereka. Kami Potterheads. Sekumpulan yang sama-sama dibesarkan oleh petualangan ini. Melihat tokoh-tokohnya tumbuh besar di layar kaca. Sambil kami ikut tumbuh bersama mereka.

Dan aku masih orang yang sama dengan gadis yang jatuh cinta dengan bukunya 12 tahun yang lalu. Jangan, aku mohon jangan pisahkan aku dengan ini. My the other world. Suatu saat, nanti, saat aku sudah berkeluarga dan memiliki anak, aku masih akan tetap mencintai dunia ini. Aku tidak akan memaksa anak dan suamiku untuk ikut membaca dan menyukainya juga. Aku hanya berharap mereka mengerti dan tidak menganggap aku berlebihan karna hal ini. Aku harap mereka mengerti dan tidak memisahkan aku.

Aku harap mereka mengerti bahwa dari kisah-kisah itulah cara Tuhan menyelamatkan aku dan menemaniku dari tahun-tahun kesedihan.
Aku harap mereka mengerti, aku tumbuh besar bersamanya.
Pada akhirnya, thanks for J.K Rowling.
Karena telah menciptakan dunia yang begitu hebat untuk kami.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar