Rabu, 25 September 2013

Mengenang Malaikat Penjagaku






Mama dan Bapak.

Mereka adalah dua orang penting yang pernah ada dan akan selalu ada dihidupku. Dua sosok yang temani aku, ajari aku. Semua.

Mama yang tak pernah kulupa. Selalu kuingat dulu dia akan selalu membelikanku ice cream apabila aku berani kedokter gigi. Ice cream-nya selalu warna ungu. Bentuknya bundar mirip kincir angin. Dulu saat istirahat makan siang, mama akan datang kesekolahku. Membawakanku makan siang dengan menu mie goreng.


Suatu hari, aku menjadi anak yang tidak penurut. Dulu aku adalah anak yang bermasalah dengan proses adaptasi. Entahlah, mungkin masih sampai sekarang. Karna keadaan dulu aku sempat harus pindah-pindah sekolah. Aku takut berhadapan dengan orang baru. Itu membuatku menjadi gelisah. Aku menjadi sering menangis dan memberontak kepada mama. Seolah-olah menyalahkannya atas apa yang harus aku alami. Waktu itu mama akhirnya mengantarku kesekolah. Awalnya aku menolak, tapi aku dibujuknya dengan sabar. Masih aku ingat pada akhirnya setelah mama mengantarku, aku tinggalkan dia di pos satpam depan sekolah. Tempat dia berhenti setelah mengantarku. Ku tinggalkan dia sambil menangis. Lalu aku lihat Mama dari kejauhan. Mama masih disana dan menangis. Mama menangis disekolahku. Hatiku luka, saat itu aku tau, kesakitannya adalah melihatku sakit. Tapi aku tidak dapat berbuat apa apa. Aku hanya memperhatikan Mama dari jauh. Sampai akhirnya Mama pulang kerumah.

Mamaku perasa, sangat perasa. Pernah suatu saat hari itu hujan turun sangat deras. Mama menjemputku kesekolah sambil membawakan aku payung. Mama kesekolahku dengan mengenakan daster dan sendal jepitnya. Hal tersebut membuatku malu. Malu kepada teman-teman atas penampilan mamaku. Lalu aku memilih pulang kehujanan dengan temanku. Membiarkan mamaku pulang sendiri dengan payungnya. Saat itu aku tau Mamaku kecewa. Saat ini aku sangat menyesali itu semua. Apabila aku dapat memutar waktu ingin sekali aku kembali ke masa itu dan pulang bersamanya. Pulang bersama Mama yang paling cantik sedunia bagaimanapun keadaannya.

Mamaku yang mencintai Bapak bagaimanapun keadaannya. Mamaku yang cucikan kaki Bapakku dan buatkan kopi di pagi hari. Mamaku yang membuatkan seteko besar susu hanya untukku. Mama yang memaksaku untuk meminum jus wortel setiap hari. Mamaku yang membuatkanku selimut tebal dengan tangan lembutnya. Mamaku yang kurindukan baunya. Kurindukan ayam goreng dan sayur bayam buatannya. Kurindukan belaiannya saat menyisir rambutku dan memakaikanku gaun layaknya putri raja. Mamaku yang marah-marah bila aku malas belajar dan tak hapal perkalian. Mama yang waktu itu kulihat di Rabu siang, yang belum kulihat lagi selama enam bulan karna kepergiannya untuk menyiapkan pernikahan kakakku. Siang itu kutemukan dia tertidur pulas dengan senyuman. Tidur yang tidak pernah bangun lagi. Tidur yang membuat pertama kalinya, dia tidak menjawab panggilanku.
Mama adalah pusat keluargaku. Pusat gravitasi bapakku. Kepergiannya, membuat kami melayang seperti diluar angkasa. Tak tentu arah. Mengingatnya membuatku mengingat juga kekasihnya, Bapak. The one and only.

Bapakku adalah sosok yang menyenangkan. Juga menenangkan. Menyenangkan seperti Bapak yang selalu menggendong aku dipundaknya ketika aku kecil atau saat dia memberiku porsi makanan lebih banyak dibandingkan kedua kakakku. Bapak yang akan membuatkan aku telur dadar kurang matang apabila aku mogok makan.

Betapa aku merindukan Bapak yang akan pura-pura tidur saat aku mendekatinya, kemudian menangkapku dan mengikat tubuhku ke pelukannya sampai aku memberontak dan diselamatkan Mama. Dan kemudian dia akan tertawa dan mengajakku jalan-jalan. Selalu aku ingat saat pertama kali melihat Bapak mengendarai mobil baru kami kerumah. Aku kegirangan melihatnya. Aku merengek ingin naik walau hari itu sudah malam. Akhirnya Bapak meledekku dengan memasukanku kemobil dan menguncinya dari luar.

Aku tak pernah lupa Bapakku. Termasuk saat menyaksikan dia kehilangan alam semesta. Kehilangan Mama. Selepas kepergian Mama kulihat hati Bapakku bagaikan langit. Dimana hanya Mama yang diijinkan bersinar. Terang. Sampai ia redup. Redup. Sampai pada hari itu aku tau, tiba saatnya dia pulang, bersama kekasihnya. Mamaku.

Terkadang sampai saat ini aku takut. Aku begitu banyak salah terhadap mereka. Aku belum sempat minta maaf. Aku belum sempat.
Tapi seseorang pernah berkata kepadaku.
Apabila ada seseorang yang memaafkanmu sebelum kamu meminta maaf kepadanya, dia adalah orangtua.
Saat ini aku berharap hal itu benar..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar